Sesama muslim saya ikut perihatin terhadap suatu kejadian yang banyak dialami kaum peria,, tentunya kita akan merasa sedih jikalau kita shalat akan tetapi perasaan najis masih mengganggu ketenangan dan kenyamanan ibadah kita.. Kali ini kita akan membahas sedikit teknik Bagaimana Menaggapi Cairan Yang Terasa Menetes Ketika Kita Shalat, padahal kita sudah membersihkannya ..
Banyak dari kita
khususnya kaum adam yang mengalami kejadian yang sama yaitu merasakan tetesan
air keluar dari pintu depan ketika kita melakukan ibadah shalat, ada beberapa
pendapat tentang hal ini,,
·
Ada yang mengatakan
shalat tetap sah namun sarung yang digunakan tidak boleh dipakai untuk shalat
lagi ( dapat merugikan orang lain jikalau kita sebagai peminjam)
·
Ada yang mengatakan
shalat kita sah asalkan tidak mengenai sarung yang kita gunakan sehingga kita
dianjurkan untuk membalut pintu depan ( penis ) dengan kapas..
·
Adapula yang mengatakan
cairan itu dianggap suci dalam arti kata tidak menyebabkan najis pada pa-kaian
dan badan. Sedangkan jika ditinjau dari segi wudhu, maka keluarnya cairan itu
dapat membatalkan wudhu, lain halnya jika keluarnya cairan itu terus menerus,
jika keluarnya itu terus menerus maka tidak membatalkan wudhu, hanya saja
hendaknya tidak berwudhu kecuali setelah masuknya waktu shalat yang akan kita
kerjakan kemudian berusaha menjaganya agar tidak menetes dengan menggunakan
kapas atau sejenisnya.
Bayangkan
ribetnya jikalau kita terus2an mengalami kejadian seperti ini, apalagi jika kita melakukan perjalanan jauh..
Ooooiii..
Apakah kita
harus mengganti pakaian shalat setiap datangnya waktu shalat ?? atau kita musti
bolak balik kamar kecil untuk membersihkannya..
Agar kita tidak menguras tenaga untuk khawatir
akan semua itu marilah kita sama-sama berbagi kawan..
Nnnnnnaaaaaaaaaaaaa
.... yang jadi pertanyaan adalah :
- Apakah tetesan tersebut termasuk najis, dan bagaimana membersihkannya?
- Jika bukan najis apakah wudhu dan shalat tidak batal?
- Apakah kita mengalami penyakit, bagaimana menaggulanginya ??
Jawabannya ...
Air kencing itu najis dan
membatalkan shalat. Dasarnya QS. Al-Maidah: 6 dan sabda Rasulullah shollahu’alaihiwasallam,
“Seorang yang berhadats shalatnya tidak diterima hingga berwudhu.” (HR.
Bukhori No. 135). Tapi jika sekedar was-was atau ragu-ragu keluar atau tidak
atau hanya perasaan yang tidak ada buktinya maka hal tersebut tidak membatalkan
wudhu dan tidak membatalkan shalat, karena hal tersebut merupakan was-was dari
setan.
“Jika kalian merasakan ada sesuatu
di perutnya tapi masih meragukan apakah ada sesuatu yang keluar ataukah tidak
maka janganlah meninggalkan masjid atau shalat sehingga mendengar suara atau
mencium baunya.” (HR.
Muslim No. 805)
Tentang hal ini Syaikh Ibnu baz mengatakan,
“Hal ini bisa terjadi karena was-was atau ragu-ragu, ini datang dari setan tapi
kadang kala memang benar-benar terjadi. Jika benar-benar terjadi, maka jangan
terburu-buru hingga selesai kencing, setelah itu lalu membasuh kemaluan dengan
air dan ini sudah cukup. Jika dikhawatirkan keluar lagi, setelah wudhu
hendaknya menyiramkan air di sekeliling kemaluan, selanjutnya jika terasa ada
sesuatu yang keluar setelah itu supaya dipahami bahwa yang keluar adalah sisa
air yang disiramkan tadi. Terdapat dalil dari kitab, hendaknya kita meninggalkan
was-was setan. Seorang mukmin tidak perlu memperhatikan was-was setan ini,
karena begitulah pekerjaan setan, selalu berusaha merusak ibadah manusia, baik
ketika shalat
atau ibadah
yang lain.” (Lihat Majmu’ Fatawa wa Maqalah Mutanawiah 10/123), [Disadur
dari majalah Al-Furqon ed. 10 th IV hal. 4-5].
Tentunya kita masih khawatir apabila
semua itu tidak kunjung jera.. :D
Ini bukanlah penyakit kelamin, hanya saja
kurangnya pengetahuan kita bagaimana cara bersuci yang lebih bagus ..
Jika dilihat secara anatomi, jarak urethra
(saluran kencing) dengan bladder (kandung kemih) pria dan wanita
berbeda. Jarak urethra wanita kurang lebih 4 cm. Sedangkan jarak urethra
pria dari kandung kemih berkisar antara 15 cm hingga 29 cm. Itupun
bervariasi dari ukuran penis pria, semakin panjang ukuran penisnya, maka urethra-nya
semakin panjang
Secara
fisiologis, mekanisme pengeluaran urin dari kandung kemih melibatkan pintu
keluar urin (external urethral sphincter) dan dorongan yang kuat dari
otot detrusor (musculus detrusor) yang mengelilingi kandung kemih.
Setiap manusia bisa merasakan rasa ingin kencing ketika kandung kemihnya mulai
berisi 150 ml. Jika urin yang didalam kandung kemih sudah mencapai 400 ml, akan
mulai timbul rasa tidak nyaman di otak dan membuat kita ingin pergi ke toilet.
Yang jadi
masalah bagi pria adalah jarak urethra-nya yang panjang. Ketika selesai
kencing, otot detrusor akan melemah dan tidak lagi memeras urin di dalam
kandung kemih. Sedangkan di urethra masih ada urin yang belum terdorong keluar.
Ditambah lagi disepanjang urethra tidak ada otot untuk mendorong urin
keluar dan jalan keluar urin di ujung penis masih jauh. Hal ini membuat
beberapa tetes urin terakhir tertinggal di urethra. Urin yang tersisa
ini jika kita bergerak atau berubah posisi akan menetes keluar. Dan jika
perubahan posisi yang terjadi ini terjadi pada saat kita sholat, misalnya
ketika kita sujud lalu berdiri, hal ini akan membatalkan sholat karena urin
atau air seni hukumya najis.
Posisi
Buang Air Kecil
Aisyah
RA mengatakan, “Barangsiapa yang mengatakan pada kalian bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah kencing sambil berdiri, maka janganlah
kalian membenarkannya. (Yang benar) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
kencing sambil duduk.” (HR. At Tirmidzi dan An Nasa’i).
Hudzaifah
RA mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendatangi tempat
pembuangan sampah milik suatu kaum. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
kencing sambil berdiri. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta
diambilkan air. Aku pun mengambilkan beliau air, lalu beliau berwudhu
dengannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits
diatas menjelaskan bahwa nabi buang air kecil pernah berdiri dan jongkok.
Posisi mana yang terbaik? Jika kita lihat secara anatomis, posisi terbaik saat
kencing adalah jongkok. Karena pada posisi jongkok kandung kemih tertekan dan
akan memberikan dorongan yang kuat pada otot detrusor saat pengosongan kandung
kemih. Sehingga pada saat jongkok sisa urin akan keluar lebih banyak.
Dari kisah
ini kita dapat mengambil hikmah untuk selalu bersih dalam membersihkan kemaluan
tanpa menyisakan najis sedikitpun, misalnya dengan istibra.
Istibra
Istibra
dalam bahasa Arab berarti menuntut kebersihan. Istilah istibra digunakan pada
masalah pernikahan dan masalah thaharah. Istibra yang kita bahas kali ini adalah
istibra dalam bab thaharah. Istibra dilakukan setelah selesai buang air kecil
untuk meyakinkan bahwa tidak ada air kencing yang tersisa di saluran kencing (urethra).
Dalil
Istibra
"...Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih." [At-Taubah ayat 108]
“Sucikanlah dirimu dari air kencing, karena sesungguhnya sebagian besar siksa kubur itu disebabkan olehnya.” (Hadits Riwayat Abu Daruquthni).
Sehubungan
dengan ayat dan hadits diatas, beberapa ulama mewajibkan melakukan
istibra. Terutama jika ada perasaan was-was (ragu) setelah buang air kecil
sering terasa ada cairan yang keluar.
Tata
Cara Istibra
Banyak
cara beristibra untuk membersihkan sisa urin di urethra, mendehem,
menggoyangkan badan, berjalan kecil dikamar mandi, jongkok berdiri jongkok,
melompat kecil, dan sebagainya. Cara-cara tersebut bisa membersihkan sisa urin.
Cara
yang paling baik melakukan istibra adalah dengan cara mengurut perineum,
pangkal penis (prosimal) hingga ujung penis (distal), dan kepala
penis (gland penis). Cara ini mengikuti struktur anatomis saluran
kencing, sehingga diharapkan bisa membersihkan sisa urin:
- Mengurut dengan kuat antara lubang anus dan penis (perineum) sebanyak tiga kali.
- Meletakkan telunjuk di bawah batang penis dan ibu jari di atas batang penis, lalu mengurut dengan kuat dari pangkal hingga ujung penis sebanyak tiga kali.
- Menekan kepala penis (gland penis) sebanyak tiga kali.
- Terakhir, basuh kemaluan dengan air yang suci sebanyak dua kali
Nnnnnnnaaaaaaaaaa...
Apabila
kita tidak beristibra setelah buang air kecil, lalu disaat wudhlu atau
shalat terasa ada cairan yang keluar, maka wudhlu dan shalatnya batal karena
cairan yang keluar dianggap najis. Dan apabila kita telah istibra, lalu
pada saat wudhlu atau shalat terasa ada cairan yang keluar, cairan yang keluar
dianggap suci dan tidak membatalkan wudhlu atau shalat. Cairan yang keluar
setelah istibra dianggap suci karena hal tersebut terjadi diluar kehendak kita.
Kita sudah berusaha maksimal dengan istibra untuk membersihkan diri dan Allah tidak
membebani seseorang di luar batas kemampuannya:
"Allah
ingin memberikan kemudahan untuk kalian dan manusia tercipta dalam kondisi
lemah." [An-Nisa ayat 28]
Lalu
bagaimana jika kita lupa istibra dan ada tetesan sisa air kencing yang mengenai
celana? Tidak perlu mengganti celana, caranya cukup dibilas dengan air
setelapak tangan, insyaallah kain yang kita kenakan akan kembali suci.
Hal ini didasarkan pada hadits berikut, dimana Rasulullah memerintahkan agar
membersihkan najis (dalam hadits ini air madzi) dari pakaian:
Shal bin Hunaif R berkata, “Dahulu aku biasa mendapati kesulitan dan kepayahan karena madzi sehingga aku sering mandi karenanya. Lalu aku utarakan hal tersebut kepada Rasulullah SAW, Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya cukuplah bagimu hanya dengan berwudhu.’ Kemudian aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, dengan madzi yang mengenai pakaianku?’ Maka jawabnya, ‘Cukuplah bagimu mengambil setelapak tangan air lalu tuangkanlah pada pakaianmu (yang terkena madzi) sampai lihat air itu membasahinya." (HR Ibnu Majah dan Tirmidzi)
Shal bin Hunaif R berkata, “Dahulu aku biasa mendapati kesulitan dan kepayahan karena madzi sehingga aku sering mandi karenanya. Lalu aku utarakan hal tersebut kepada Rasulullah SAW, Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya cukuplah bagimu hanya dengan berwudhu.’ Kemudian aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, dengan madzi yang mengenai pakaianku?’ Maka jawabnya, ‘Cukuplah bagimu mengambil setelapak tangan air lalu tuangkanlah pada pakaianmu (yang terkena madzi) sampai lihat air itu membasahinya." (HR Ibnu Majah dan Tirmidzi)
Karena pria secara anatomis memiliki
urethra yang panjang, maka kita sebagai pria muslim wajib melakukan
istibra untuk menghindari najis. Lebih baik lagi jika buang air kecil dengan
posisi jongkok lalu istibra setelahnya.
SUMBER
thanks :)
BalasHapuscara ini sangat perlu diterapkan.
baik apbila kita normal maupun tdk, karena kita mmg dituntut untuk bersih dari najis